Senin, 02 Februari 2009

DEMOKRASI DAN EGOISME KELOMPOK




















“Demokrasi hanya membuahkan sebuah
individualisme kelompok”

Demokrasi pada akhirnya menjadi pilihan bagi beberapa Negara di Dunia ini sebagai faham dasar kepemimpinan mereka. Mereka beranggapan, bahwasanya demokrasi adalah sebuah solusi untuk membebaskan mereka dari kekuasaan yang Otoriterisme dan Kapitalisme. Salah satu Negara penganut fahan ini adalah Indonesia. Perjalanan sejarah yang silih berganti dan faham yang dipakai pun seakan mengikuti kehendak dari para pemimpin dan penentu sejarah.
Dari Negara-negara yang menganut faham Demokrasi, beberapa Negara mengalami benturan-benturan untuk menuju makna sesungguhnya dari demokrasi itu sendiri. Demokrasi yang banyak diartikan dengan “Kedaulatan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” ini sepertinya masih belum sesuai dengan kenyataan yang terjadi di sebagian Negara yang menganut faham tersebut. Yang muncul bukanlah kedaulatan dari, oleh dan untuk rakyat, namun kedaulatan dari, oleh dan untuk kelompok terbesar (mayoritas). Ini bisa kita lihat pada kenyataan yang begitu kentara di sekeliling kita. Kebanyakan dari kita (sebagai Negara penganut faham Demokrasi), menonjolkan dan menampakkan keegoisan kelompok kita sendiri tanpa mau dan peduli dengan apa yang terjadi pada orang-orang di luar kelompok kita. Yang paling menyesakkan lagi, sebagai seorang pemimpin Negara, sampai pada pemimpin adat pun masih banyak yang lebih mementingkan kepentingan kelompoknya sendiri dari pada kepentingan orang-orang di luar kelompoknya.
Itukah arti dari demokrasi yang kita bangga-bangga_kan itu?
Sepertinya kita perlu belajar lagi untuk menjadi sebuah Negara yang benar-benar berfaham demokrasi. Jika memang makna dari demokrasi itu sebatas itu saja, maka apa untungnya kita mempunyai Negara yang besar, rakyat yang banyak dan kekayaan alam yang melimpah. Apakah semua itu hanya digunakan untuk kepentingan kelompok semata? Tentu tidak, semua itu haruslah kita manfaatkan dan fungsikan untuk kepentingan bersama bukan untuk kepentingan kelompok belaka. Apalagi sebagai seorang pemimpin, mereka harus benar-benar memahami arti demokrasi yang sesungguhnya. Jangan sampai ketika mereka menjadi seorang pemimpin, apa yang mereka perjuangkan dan lakukan hanya demi kepentingan kelompok semata. Ini sudah banyak terjadi di sekitar kita, dan yang lebih menyedihkan lagi, mereka menggunakan kepentingan kelompok mereka sebagai perahu politik. Contoh yang paling mudah kita temukan salah satunya ketika seseorang ingin maju sebagai wakil rakyat, mereka akan bertanya apa kehendak dan keinginan suatu kelompok, lalu dengan mudahnya mereka berjanji akan memenuhi apa yang menjadi keinginan dan kehendak kelompok tersebut jika mereka memenangkannya dalam pemilihan umum di daerah kelompok tersebut dan berhasil menjadi Anggota Dewan. Namun, ketika ia tidak terpilih atau tidak dimenangkan di daerah tersebut, ia enggan untuk memenuhi dan memperjuangkan kehendak dan keinginan kelompok tersebut. Padahal, seharusnya tanpa sebuah kesepakatan yang dibuat dan dijanjikan pun, mereka wajib untuk memenuhi dan memperjuangkan hak kelompok mana pun selama itu masih dalam wilayah kekuasaannya. Karena, seseorang yang telah menjadi pemimpin suatu daerah atau wilayah, maka ia telah menjadi pemimpin bagi seluruh rakyat dan semua lapisan masyarakat yang ada dalam wilayah kekuasaannya, bukan lagi pemimpin bagi kelompoknya sendiri.
Itulah sesungguhnya yang menjadi pokok permasalahan Negara-negara penganut faham demokrasi pada umumnya. Ditambah lagi permasalahan kepentingan individu yang sudah menjadi pokok permasalahan yang menjamur pada Negara-negara atau wilayah-wilayah yang berfaham apa pun. Ini merupakan PR bagi kita semua sebagai Negara yang berfaham demokrasi. Jangan sampai keadaan seperti ini terus berlanjut dan terus berkembang, sehingga mungkin kelak anak cucu kita yang akan menjadi korban kepentingan politik yang busuk ini.
Saya mengutip sebuah kalimat dari Film “Love” yaitu “jika kita berhenti hari ini, maka kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi esok nanti”. Berpijak dari kalimat yang saya sadur itu, maka marilah kita memulai untuk melakukan sesuatu demi sebuah perubahan esok hari yang lebih baik. Jangan biarkan perubahan-perubahan yang terjadi itu berjalan dengan sendirinya. Kita harus menjadi pemain dan pelaku perubahan itu, kita tidak boleh sekedar menjadi penonton. Memang ini bukanlah hal yang mudah untuk kita lakukan, namun jika kita hanya diam dan tidak berbuat apa-apa ketika melihat fenomena yang menyedihkan ini, maka kapan perubahan yang kita inginkan menjadi sebuah kenyataan, dan akhirnya akankah anak cucu kitalah yang menjadi korban berikutnya.

~~~~@@@@~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan pesan anda di bawah ini